Catatan Panjang Dunia Kesehatan Indonesia Dalam membuat Vaksin COVID-19

Catatan Panjang Dunia Kesehatan Indonesia Dalam membuat Vaksin COVID-19

Para ilmuwan di seluruh dunia sedang bergegas mencari penangkal penyakit akibat coronavirus baru (COVID-19). Sudah banyak lembaga dan negara meneliti untuk mengembangkan vaksin COVID-19, termasuk Indonesia.

Namun, apa yang saat ini menjadi fokus utama Indonesia terkait vaksin COVID-19 ini

Indonesia membuka jalan mencari vaksin COVID-19 sendiri

Dalam upaya pengembangan vaksin COVID-19, pemerintah Indonesia membentuk satu konsorsium (perkumpulan) berisi berbagai ilmuwan berbagai bidang kepakaran dari beberapa lembaga penelitian dan universitas. 

Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman menjadi lembaga yang ditugasi pemerintah Indonesia untuk memimpin konsorsium ini. Dalam konsorsium ini terdiri dari berbagai ilmuwan dari beberapa lembaga penelitian dan universitas.

Pembentukan konsorsium pengembangan vaksin COVID-19 ini sudah dimulai sejak (9/3) atau pekan kedua sejak diumumkannya kasus positif pertama di Indonesia. 

Konsorsium ini ditugaskan untuk mengembangkan seed (bibit) atau bahan pembuat vaksin dalam waktu 12 bulan. Setelah selesai, bibit ini akan diserahkan ke lembaga Biofarma untuk dilakukan rangkaian tahapan uji coba.

Meski begitu pengembangan vaksin adalah tugas sulit. Herawati Sudoyo, Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental LBM Eijkman mengatakan pengembangan vaksin adalah proses panjang dan mahal.

Ada banyak tingkatan dalam pembuatan vaksin, tahapan pertama adalah menyelidiki dan memahami genom virus. Yang dimaksud genom virus adalah keseluruhan informasi genetika dari virus, dalam hal ini virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.  

“Membuat seed vaksin kalau bisa dilihat dari data genom virusnya dan jika itu memang (SARS-CoV-2 yang beredar) di Indonesia. Kita akan mencari bagian dari virus tersebut yang spesifik Indonesia. Tapi misalnya kita bandingkan dengan data dunia itu sama maka kita pakai data universal,” jelas Herawati kepada Hello Sehat.

Sebuah studi menunjukkan SARS-CoV-2 ini bermutasi menjadi dua bentuk virus baru. Mutasi menyebabkan perubahan pada susunan genetik virus. Mutasi ini bisa menjadi salah satu dari banyak hambatan yang dihadapi para ilmuwan Indonesia dalam mempelajari virus dan vaksin COVID-19.

Perlu diketahui, saat ini fokus utama LBM Eijkman adalah deteksi kasus positif COVID-19 di mana pemerintah memberikan target 1.000 deteksi spesimen per hari.

Ilmuwan berbagai negara mencari vaksin COVID-19

Saat ini, banyak lembaga dan negara meneliti vaksin coronavirus. Negara-negara ini, termasuk Indonesia mencoba sesegera mungkin menemukan vaksin COVID-19.

Data World Health Organization (WHO) menyatakan ada 60 kandidat vaksin yang saat ini sedang dikembangkan oleh berbagai lembaga di seluruh dunia. Beberapa di antaranya bahkan telah memasuki tahap uji klinis pertama pada manusia. 

China

Akademi Sains Medis Militer China bekerja sama dengan CanSino Biologics, sebuah perusahaan bioteknologi asal Hongkong untuk menciptakan vaksin.

Mereka sudah memulai tahap uji coba pada manusia sejak 16 Maret lalu. Rencananya uji coba ini akan dilakukan pada 108 orang relawan secara bertahap hingga Desember 2020.

Amerika Serikat

Pada Maret 2020, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (National Institute of Allergy and Infectious Diseases atau NIAID) Amerika sudah melakukan uji coba vaksin COVID-19 pertama pada manusia. 

Dalam sebuah konferensi pers, direktur NIAID Anthony Fauci mengatakan vaksin COVID-19 mereka akan memakan waktu 12-18 bulan untuk sampai pada tahap persetujuan penggunaan.

Israel

Ilmuwan Israel dari Galilee Research Institute (Migal) mengklaim tengah memodifikasi vaksin Infectious Bronchitis Virus (IBV) untuk dijadikan vaksin COVID-19. Migal juga merupakan pembuat vaksin IBV, yakni vaksin untuk avian coronavirus atau coronavirus menyerang unggas. 

“Sekarang berupaya menyesuaikan sistem vaksin generik kami dengan  COVID-19. MigVax (institusi afiliasi Migal) sedang mencari bahan yang siap untuk uji klinis dalam beberapa bulan,” ujar CEO Migal, David Zigdon, seperti dikutip dari New York Times (22/4).

Kabar estimasi waktu yang diumumkan oleh lembaga-lembaga tersebut seperti membawa angin segar pada kondisi saat ini. 

Tapi banyak ilmuwan skeptis vaksin bisa selesai secepat itu. 18 bulan terdengar waktu yang lama. Namun, 18 bulan sesungguhnya terasa hanya sekedipan mata untuk menemukan sebuah vaksin. 

Menjadi skeptis bukan berarti pesimis. Tidak terlalu menaruh harapan besar pada janji ketersedian vaksin COVID-19 mungkin bisa membuat masyarakat Indonesia tetap siaga dan melakukan physical distancing dalam beberapa waktu ke depan.

Bagaimana jika ada negara yang selesai mengembangkan vaksin

Para peneliti sudah memperingatkan bahwa jika vaksin COVID-19 sudah berhasil dikembangkan, kemungkinan besar kemampuan produksinya tidak akan cukup untuk semua orang.

Setiap negara yang belum berhasil mengembangkan vaksin akan berusaha membeli. Sedangkan negara yang punya vaksin belum tentu melepas stoknya karena harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan negara mereka.

“Meskipun ada industri yang punya kelebihan dia akan jual dengan harga pandemi. (Yang artinya) bisa sepuluh kali dari harga normal,” kata Direktur LBM Eijkman, Amin Soebandrio.

Itulah kenapa penting Indonesia berusaha untuk mengembangkan vaksin COVID-19 sendiri.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro juga telah menegaskan dalam sebuah wawancara acara d’Rooftalk bahwa Indonesia tidak boleh bergantung pada impor vaksin.

“Kita harus bisa memproduksinya, paling tidak membuat dari prototipe (contoh) yang sudah ada di negara lain,” kata Bambang.

Bantu dokter dan tenaga medis lain mendapatkan alat pelindung diri (APD) dan ventilator untuk melawan COVID-19 dengan berdonasi melalui tautan di bawah ini.