Tenaga Kesehatan Jangan Ada Lagi yang Gugur Saat Melawan COVID-19

Tenaga Kesehatan Jangan Ada Lagi yang Gugur Saat Melawan COVID-19

Hari sudah berganti bulan. 40 hari Indonesia berada dalam pendemi coronavirus. Upaya seala sektor coba dikerahkan. Namun, penyebaran belum terhenti, ratusan nyawa tidak berhasil di selamatkan, termasuk para dokter yang melawan COVID-19 di garis depan peperangan.

Ikatan Doker Indonesia (IDI) mencatat sebnyak 24 dokter dan tenaga medis Indonesia meninggak akibat  COVID-19. Sedangkan Persatuan Perawat Indonesia menggambarkan setidaknya ada 10 perawat yang meinggal karena tertular coronavirus. 

Para dokter dan petugas medis adalah yang paling terdepan dalam perang melawan pandemi COVID-19. Di satu sisi, fokus mereka dalam bekerja menentukan keselamatan pasien. Di sisi lain, profesi tersebut menempatkan mereka pada posisi paling rentan terserang.

Setiap dokter dan perawat harus dilengkapi dengan APD lengkap sesuai standar penanganan wabah COVID-19. Baik tenaga medis yang langsung menghadapi pasien positif COVID-19 maupun tenaga medis menangani pasien dengan keluhan lain.

Prinsip memberlakukan pada semua pasien berstatus positif adalah sebuah keharusan. Langkahnya adalah dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap, menjaga jarak, dan meminimalkan kontak. Sayangnya, APD sebagai salah satu senjata terpenting masih belum terpenuhi kebutuhannya.

Hal tersebut membuat posisi rentan tenaga medis jadi semakin mendesak.

Para tenaga medis tahu betul bahaya posisi pekerjaanya, tapi mereka tetap di sana. Menghadapi musuh yang tak terlihat dengan balutan jas hujan sepuluh ribuan.

Para dokter ini tahu betul bahayanya melawan COVID-19 tanpa APD yang layak, tapi mereka tetap di sana.

Bantuan yang petugas medis butuhkan dan yang bisa masyarakat penuhi

Untuk menghormati dokter dan para petugas medis yang berada di lokasi utama melawan COVID-19, masyarakat diminta tetap di rumah. Imbauan tersebut ditambah dengan melakukan physical distancing dan menghindari kontak fisik agar meminimalkan potensi penularan.

Para petugas medis bergerak mengampanyekan “kami tetap bekerja untuk kalian, kalian tetap di rumah untuk kami”.  Mereka berpesan dengan berada di rumah, masyarakat turut membantu petugas medis agar tidak kebanjiran pasien yang bisa berakibat pasien tidak tertangani. 

Kampanye tersebut semakin ramai digaungkan oleh figur publik, selebritas, dan masyarakat di media sosial. Diharapkan kampanye tersebut membuat masyarakat lebih sadar sekaligus memompa gerakan penggalangan dana.

Tapi itu saja tidak cukup untuk membantu dokter melawan COVID-19.

“Sekarang kita tidak lockdown, cuma imbauan-imbauan saja yang kenyataan di lapangan nggak semua nurut karena banyak faktor. Kita juga tidak melakukan massive screening, pakainya rapid test yang hasilnya kurang (akurat),” ujar dr. Jimmy Tandradynata Sp.PD, spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Siloam Cilandak, Jakarta.

Dokter Jimmy memprediksi jika terus seperti ini, perjuangan dokter melawan pandemi COVID-19 di Indonesia masih akan berlangsung berbulan-bulan ke depan.


Pemerintah Indonesia sejak awal menekankan bahwa lockdown atau karantina kota tidak menjadi opsi mereka dalam penanganan COVID-19. 

Pada akhir Maret (31/3), pemerintah menetapkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Presiden Jokowi mengatakan setiap keputusan yang dilakukan pemerintah terkait penanganan COVID-19 harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak terburu-buru.

Peraturan presiden ini pertama kali berlaku di Jakarta pada Jumat (10/4). Pada hari itu, angka positif COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 3.512 orang.

Bantuan yang petugas medis butuhkan dan yang bisa pemerintah lakukan
dokter melawan COVID-19
Untuk membantu dokter dan petugas medis dalam menangani COVID-19 perlu ada upaya luar biasa dari semua sektor terutama pemerintah.

Menurut dr. Tri Maharani, penanganan melawan COVID-19 ini perlu ada tali pengikat untuk semua gerakan yang telah dilakukan.

Kepala Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Daha Husada, Kediri tersebut menekankan bahwa regulasi pemerintah adalah penentu kunci keberhasilan melawan pandemi coronavirus di Indonesia.

Para dokter berpendapat seandainya Indonesia sudah bergerak sejak pertama kali virus ini keluar dari China pada awal Januari lalu, mungkin ratusan nyawa yang sudah tiada bisa diselamatkan.

Yang telah lalu bukan untuk disesali tetapi juga untuk dipelajari. Para dokter saat ini meminta sokongan semua pihak, terutama pemerintah, agar membantu mereka melawan COVID-19.

Beberapa di antaranya adalah: kepastian ketersediaan APD, pengendalian harga, pelatihan petugas medis, dan penyediaan alat yang dibutuhkan untuk penanganan life threatening (mengancam nyawa) seperti ventilator.

Pada Jumat (10/4), Pengurus Pusat Ketua Umum Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) menulis surat terbuka berjudul ‘Negaraku Jangan Kalah’ untuk Presiden Jokowi. PDUI meminta Jokowi untuk menjamin ketersedian APD bagi para petugas medis. 

“Ratusan ribu tenaga kesehatan resah, susah, gundah, gelisah, dan marah karena APD langka. Sementara nurani mereka terusik, tidak tega menyaksikan pasiennya penuh harap dalam derita,” tulis Ketua Umum PDUI, Dr. Abraham Andi Padlan Patarai, M.Kes dalam surat tersebut.

“Sejawat kami para dokter yang meninggal dunia sudah lebih dari 30 orang. Sampai berapa lagi yang harus dijumlahkan dalam daftar kematian,” lanjutnya.