Pekerja Cemas yang Masih Ke Kantor Selama PSBB

Pekerja Cemas yang Masih Ke Kantor Selama PSBB

Aturan Pembuatan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan penyebaran virus corona membuat semakin banyak perusahaan menyesuaikan diri. Diprediksi banyak orang yang tinggal dan bekerja dari rumah sehingga jalanan sepi. Nyatanya, tak semua demikian.

Aty Yin, seorang pekerja di kantor pemerintah di Jakarta, beberapa kali masih harus bekerja dari kantor, Mau tak mau, dia harus memberanikan duru mengirup udara di luar kos, naik kendaraan umum dan fokus bekerja ditemani rasa takut dan cema.

"Kami memang work from home, tapi kalau disuruh ke kantor ya ke kantor. Jadi tekor karena saya engga punya kendaraan sendiri jadi harus naik kendaraan umum, bajaj atau taksi" Ujar Aty.

Dari kos ke kawasan kantor sebenarnya bisa ditempuh dengan bus transjakarta. Namun durunya urung melihat penumpang bus yang nyaris tanpa jarak satu sama lain.

Bisa ojek daring sudah mampu mengantarkan ke kantor pulang pergi dengan ongkos 25rbu. Kini ia harus mengeluarkan uang taksi dengan biaya lebih dari 60rbu.

Kerja di kantor memang lebih terasa lebih efektif meski dihantui rasa takut. Ada jam kerja yakni mulai dari jam 0.00 WIB dan pulang kerja jam 4.30 WIB.

Sedangakan kerja di kamar kos membuatnya cukup tenang meski membuatnya cukup tenang walau harus sering bekerja di jam-jam tak tentu. Aty berkata bisa saja atasan memberikan pererjaan pukul 7 malam dan harus selesai jam 12 malam.

"Sebenarnya bingung juga sih, ini PSBB tapi kenapa masih ramai?" keluhannya.

Snasib dengan Aty, Adrianus Marwin mau tak mau harus tetap ke kantor meski PSBB diberlakukan. Dia menuturkan kantor tempat bekerja merupakan kantor distribusi alat dan produksi kedehatan sehingga di saat seperti harus tetap tersus bekerja.

"Sehari work from home, sehari masuk, kenapa? Soalnya berhubungan dengan kesehatan, distributor farmasi," kata Marwin saat dihubungi terpisah.

Akan tetapi selama PSBB dia tidak menemui kendala transportasi karena ada kendaraan pribadi. Dia menyebut karyawan yang harus naik kendaraan umum seperti taksi daring juga akan ditangung oleh perusahaan.

Satu hal yang membuatya bingung adalah PSBB sama sekali tak menimbulkan perubahan. Lalu lintas masih terbilang padat bahkan tak jarang dia meligat orang mengendarai sepeda motor tanpa masker.

"Full work home sih engga bsa, mungkin IT kemungkinan bisa remote tapi tetap harus ada yang suport di kantor. sales logistik, suport departemen engga bisa full via website, ujarnya.

Berimbang dengan risiko, kantor keduanya menerapkan prosedur atau protokol kesehatan ketat. Sebelum masuk gedung ada pengecekan suhu, bilik disinfektan yang aman, juga penggunaan hand sanitizer. Bahkan di kantor Aty, terdapat petugas yang menekan tombol lift.

Hanya saja, tak bisa dimungkiri rasa cemas tetap menghantui. Selain mengikuti prosedur, Marwin dan sang istri yang juga masih bekerja dari kantor membekali diri dengan vitamin dan bekal makanan sendiri untuk mengurangi kontak dengan orang lain.

Sedangkan Aty berusaha tetap 'waras' dengan meninggalkan grup-grup Whatsapp yang terlalu banyak membicarakan covid-19.

"Saya itu kelihatannya kuat tapi sebenarnya 'parnoan'. Saya keluar dari grup yang bahas corona, enggak nonton televisi dan dengerin radio cuma dengerin musik," imbuhnya.